Kilas Balik Si Anak Kampung Miskin Jadi Pengusaha Isdianto Setiawan, Pemilik Perusahaan Wahyu Jaya Dan Wantech

×

Kilas Balik Si Anak Kampung Miskin Jadi Pengusaha Isdianto Setiawan, Pemilik Perusahaan Wahyu Jaya Dan Wantech

Bagikan berita
Foto Kilas Balik Si Anak Kampung Miskin Jadi Pengusaha Isdianto Setiawan, Pemilik Perusahaan Wahyu Jaya Dan Wantech
Foto Kilas Balik Si Anak Kampung Miskin Jadi Pengusaha Isdianto Setiawan, Pemilik Perusahaan Wahyu Jaya Dan Wantech

BLITAR, KUPASONLINE (JATIM) - Tidak ada upaya yang tidak menuai keberhasilan, namun semuanya itu pasti ada campur tangan yang Maha Kuasa, Allah SWT. Dari dulu saya ingin membuka lapangan kerja saya ingin menjadi seorang pengusaha dan jika ini gagal, maka jatah gagal saya sudah saya habiskan sejak muda, dari umur 23, 24 dan diumur 32 tahun semua itu mulai kelihatan hasilnya.Hal ini dituturkan seorang pengusaha keselamatan dan perlintasan jalan yang saat ini begitu sangat berkembang, Isdianto Setiawan atau yang akrab disapa Wawan.

Isdianto Setiawan (Wawan) dulunya hanya seorang anak dari keluarga kurang mampu, yang harus menjual TV dan mengadaikan sepeda demi biaya hidupnya. Dimulai dari ikut orang bekerja hingga usaha warnet yang sering diteriaki oleh orang tua anak pemakai warnet, sampai jasa servis elektro.[caption id="attachment_2570" align="alignnone" width="667"] Suasana kantor Wantech di Desa Tambakan Kec Gandusari[/caption]

 Inilah penuturan sang Big Bos Wahyu Jaya pemilik Wantech (Wawan Teknologi) yang berada di Desa Tambakan, Kecamatan Gandusari tentang kilas balik kehidupannya mulai dari awal yang sedemikian susah payahnya hingga sekarang menjadi pemilik sebuah perusahaan yang memiliki ratusan karyawan.

Isdianto Setiawan mengisahkan, Ia terlahir 4 bersaudara, dirinya adalah anak pertama, yang kebetulan diangkat anak oleh seorang keluarga biasa di Desa Tambakan ini, dan sembari ikut kerja orang akhirnya dirinya bisa lulus sekolah kejuruan (STM) di Kota Blitar."Keluarga saya tergolong kurang mampu, dan saya diangkat anak oleh orang di Tambakan ini, sehingga sejak kecil tidak bersama orang tua kandung saya. Mulai dulu saya memang tidak pernah merokok dan minum, selayaknya anak muda waktu itu, yang kalau minum dianggap kerenlah jaman itu," tuturnya kalem.

Selain itu, lanjut Wawan, dulunya begitu nongkrong ataupun ngobrol dengan teman-teman, saya sering diejek dengan di panggil bos oleh mereka, karena keterbatasan ekonomi saya dan keluarga saya saat itu, yang serba kekurangan."Namun dengan seperti itu, sayapun tidak pernah marah ataupun benci dengan mereka, setiap Meraka mengatakan itu, selalu saya Amini, dan Alkhamdulilah terwujud seperti sekarang ini," ungkapnya.

[caption id="attachment_2571" align="alignnone" width="1600"]                        Pabrikasi Wantech[/caption] 

Wawan kembali menceritakan perjalanan hidupnya merintis usaha hingga menjadi pemilik Wantech saat ini, awal dulu saya bekerja ikut orang di Lampung dan Madiun, dan sembari itu saya juga menerima servis, tv, radio dan elektronik lainnya."Bos yang saya ikuti dulu pernah ngomong kalau kesempatan itu tidak datang dua kali, begitu ada kesempatan maka dihabiskan semuanya, namun saya kurang sepaham dengan apa yang di lakukannya waktu itu. Berbekal uang seadanya saya pergi ke sebuah Warnet untuk browsing keberadaan dinas perhubungan. Disitu saya menemukan ada 80 dinas perhubungan yang ada di Indonesia, sepengetahuan saya kala itu," kisahnya lirih.

Selebihnya Wawan menuturkan, dengan berbekal dari itu, saya dengan bekal seadanya berkeliling ke dinas tersebut yang berada di Jatim dan Jateng. Di Jateng itu saya berkeliling hingga 1 Minggu hingga sampai ke Nganjuk, namun satupun mereka tidak ada yang menerima proposal penawaran saya."Di dinas-dinas tersebut banyak yang bertanya, mas siapa ada perlu apa ingin bertemu kepala dinas. Dulu saya berfikir bahwa menawarkan sebuah produk itu seperti sales kompor ataupun rokok seperti biasa pergi ke rumah-rumah cocok lalu dibeli, karena proposal yang saya bawa hanya berisi foto-foto barang dan harga penawaran, itulah kebodohan dan kurang pahamnya saya dulu, ternyata masuk sebuah dinas itu membutuhkan legalitas," ujar Wawan mengisahkan.

Sesampainya di Nganjuk saya duduk sambil mengusap keringat dan penuh lelah karena ditolak sana-sini, saya mengamati sebuah produk keselamatan jalan yang disitu tertera nomor telepon perusahaannya. Dengan penuh harap saya menghubungi nomor tersebut dan diangkat oleh ibu istri dari pemilik perusahaan."Si ibu ini berjanji untuk menemukan saya dengan suaminya yang tak lain adalah pemilik perusahaan tersebut. Dan alkhamdulilah keesokan harinya produk yang saya tawarkan itu diterima karena perusahaannya lagi mendapatkan job banyak perihal barang itu. Semangat yang sudah hilang kembali besar, dengan ketidak pahaman saya terkait jadwal tender atau semacamnya, setiap hari saya menghubungi beliau hingga beliaunya jengkel mungkin," kisahnya sambil tersenyum.

Saya menunggu sehari, seminggu hingga berbulan-bulan, sampai saya lelah dan hampir menyerah, hingga saya berjanji atau nadar bila produk ini dipakai uangnya akan saya pakai untuk menikah, tapi jangankan calon pacarpun saat itu sebenarnya belum punya."Dan dengan kuasa Allah, akhirnya setelah sekian lama menunggu terjadilah apa yang saya harapkan produk saya di beli oleh perusahaan tersebut, akhirnya saya pergi ke Trenggalek melamar dan menikah dengan istri saya ini. Selang setahun kami mempunyai anak, kalau kata orang menikah juga membuka jalan rejeki, namun itu tidak semuanya benar karena apa, selama setahun anak pertama saya itu, saya nganggur tidak bekerja sama sekali, dan bahkan untuk beli susu dan kebutuhan rumah tangga pun kesulitan," paparnya sembari meneteskan air mata.

Editor : Dylan Ikhwan
Tag:
Bagikan

Berita Terkait
Terkini